Negeri Pancarona
- HMJ SPI UIN BANTEN
- Sep 11, 2021
- 5 min read
Updated: Sep 26, 2021
"Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau" sepenggal lagu nasional yang menjadi iconic bahwa bangsa kita ini adalah bangsa yang sangat kaya. Sumberdaya alam yang melimpah bak surganya dunia membuat setiap orang dalam maupun luar negeri ingin menjelajahi Nusantara. Bahkan,dulu banyak sekali bangsa lain menguasai tanah yang indah ini,mereka saling berebut sekalipun nyawa adalah taruhannya.
Negeri Indonesia adalah negeri yang setiap orangnya selalu ramah-tamah, bergotong royong adalah ciri khasnya. Budaya dan adat istiadatnya tentu tak kalah menarik, bahasanya pun beragam,coba saja kalau kita bermain keluar kota pasti ada saja orang yang berbeda bahasa dengan kita. Tetapi, percayalah bahwa kita adalah satu jua. Namun,siapa sangka dibalik pesona keindahan negeriku ini banyak hal rahasia didalamnya,dari yang bersifat horizontal maupun vertikal.Akupun teringat masa lalu ketika masih sekolah rasanya ingin sekali bermain dengan teman-teman lagi, bercengkrama ria dan lain sebagainya, tetapi ada satu hal yang membuatku kecewa dan enggan berbalik meski waktu diputar kembali.
Ku ceritakan,dahulu aku adalah seorang anggota Praja Muda Karana (Pramuka) dari SD hingga SMA aku masih menekuni kegiatan tersebut.Aku selalu berusaha untuk mengikuti semua kegiatan didalam sekolah maupun diluar sekolah menurutku itu hal yang positif daripada hanya nongkrong dan berfoya-foya. Satu hari aku mendapat surat tugas terakhir dari sekolah untuk pergi ke Kwarran Daerah menghadiri seminar kepramukaan. Ditengah perjalanan tiba-tiba ada kemacetan,lalu aku bertanya kepada pengendara yang mengarah arus balik dan katanya ada perbaikan jalan. Setelah 15 menit menunggu akupun melihat bagian jalan yang diperbaiki tetapi ada yang menyita perhatianku,aku melihat seorang laki-laki tua yang menjadi pengatur arus pengendara tersebut lebam di area bagian kepala. Akupun menghampiri warga sekitar dan bertanya apa yang terjadi dengan bapak ini. Salah satu warga memberi tahukan kejadiannya bahwa ada seorang bapak-bapak terlihat seperti pejabat yang memukul bapak tua itu karena ingin menerobos jalan, konon katanya ia sangat terburu-buru sehingga bapak tua itu harus membuka portal jalan.
Sesampainya di Kwarda(Kwarran Daerah) Aku melihat seorang laki-laki dewasa yang keluar dari dalam mobilnya,raut wajahnya terlihat kesal dengan pakaian yang berantakan,aku menghampirinya dan bertanya ada keperluan apa ia kemari. Tetapi ia menghiraukan aku. Saat webinar dimulai aku terkejut bahwa ia menjadi tamu dan berbicara layaknya seorang pejabat dan ternyata benar ia adalah seorang pejabat. Ketika hendak pulang pejabat tersebut memanggilku dan memberi ingin mentraktirku makan siang. Sebenarnya aku ingin menolaknya karena pasti ibuku sudah pulang dari pekerjaannya dan memasak dirumah tetapi aku tetap menerima ajakan tersebut. Sewaktu makan siang kami bercengkrama dan lambat laun kekesalanku padanya hilang mungkin karena tadi aku belum mengenalnya.
Baru saja kakiku menginjak ke teras terdengar suara tangisan ibu, kecemasanku membuat ibu terkejut dan cepat-cepat mengusap air matanya. Ibu tidak mau memberi tahukan apa yang membuatnya menangis.
Sepanjang malam aku memikirkan ibu,apakah ibu merasa capek bekerja dan membiayai sekolahku? Apakah ada yang menyakiti ibu? Siapa yang berani menyakiti ibuku bahkan majikannya sangat baik dan sering memberi bonus. Tetapi aku bertekad bahwa aku harus bekerja membantu ibu memenuhi hidup kami berdua, sebelumnya aku juga sudah berjanji pada mendiang ayah untuk terus menjaga ibu. Sejak hari itu setiap hari sepulang sekolah aku mampir dahulu ke kantin untuk bekerja membantu membersihkan dan merapihkannya ,setelahnya baru aku memulai latihan untuk mengikuti seleksi TNI dikarenakan beberapa bulan lagi aku lulus sekolah dan harus meraih mimpiku untuk menjadi abdi negara.
Dihari Senin esok aku akan mengikuti ujian sekolah,H-2 kami pulang lebih awal karena hanya bersih-bersih kelas. Saat diperjalanan aku melihat ibu membawa gerobak rongsokan awalnya aku tidak percaya tetapi semakin ku dekati ternyata itu memanglah ibuku. Aku menangis memeluk ibu kenapa ibu bekerja mengumpulkan barang bekas bukankah ibu berkata jika bekerja menjadi asisten rumah tangga di perumahan. Aku memaksa ibu pulang bersamaku aku tau ibu sangat lelah,ketika sampai dirumah tetangga-tetanggaku sudah terlihat ramai didepan rumah. Mereka berkata,mereka sangat khawatir dengan ibuku yang bekerja dirumah itu karena majikannya yang temperamental,ibu terdiam karena selama ini ibu selalu menyembunyikannya dariku. Saat aku membuka lengan baju ibu terlihat luka membiru seperti habis dipukuli.Ibu menjelaskan bahwa hari itu ia menangis karena ia tidak tahan disiksa tetapi ia harus mencari nafkah untuk makan anaknya. Akupun geram aku segera mencari manusia itu aku ingin sekali melaporkannya ke polisi karena sudah berani menyakiti ibu. Ibu melarangku keras tetapi kemarahanku adalah kelemahannya. Aku pergi menuju alamat yang diberikan tetanggaku pada saat itu,saat mengobrak-abrik halaman rumahnya tiba-tiba datang mobil dinas dan parkir di garasi rumah tersebut.Terkejutnya aku bahwa dia adalah orang yang pernah akrab denganku dia memaki-makiku dan mengatakan bahwa aku sudah gila dan aku tidak layak menjadi abdi negara karena aku orang miskin sedangkan anaknya orang kaya. Lemah dan letih yang aku rasakan tetapi lebih sakitnya hatiku ini dikatakan bahwa aku tidak pantas mengabdi pada bangsaku sendiri. Aku berusaha untuk tidak melawan pikiranku aku akan menunjukkan padanya bahwa aku layak menjadi bunga bangsa.
Ujian Sekolah dan masalah dirumah membuatku semakin pusing tetapi aku harus optimis bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia,aku harus giat belajar dan berlatih,ya! Itu kuncinya. Aku sudah mengerti sekarang kenapa laki-laki tua itu baik padaku ternyata dia ingin menjatuhkan aku dan ibuku, tampangnya yang baik bisa menipu siapa saja yang dia dekati. Aku bersyukur teman-temanku selalu ada untukku,bahkan cita-cita kami pun sama ingin menjadi abdi negara. Kami selalu bahu-membahu dalam segala hal meskipun aku dengan mereka sangat jauh berbeda dalam segi ekonomi.
Penerimaan abdi negara pun dibuka seleksi demi seleksi kami lalui dan satu demi satu dari kami gugur tersisa hanya aku. Mereka bisa saja kuliah karena mereka dari keluarga yang mampu tetapi aku,untuk membeli beras pun terkadang aku harus bekerja terlebih dahulu. Tahap terakhir seleksi Akademi Militer dari kota kami tersisa 11 orang dan Akademi hanya menerima 10 orang dari setiap kota. Tahap demi tahap ujia aku mendapatkan nilai yang besar. Aku optimis bahwa aku akan lulus tes,aku sangat merasa bahagia. Tetapi pada saat melihat dipapan pengumuman bahagiaku berubah menjadi sedih,bagai petir yang menyambar disiang bolong. Aku lihat namaku tidak ada dalam daftar tersebut.Aku membantah keputusan itu,ibuku menangis, teman-temanku yang mengetahuinya langsung terdiam bisu.
Setelah meninggalkan stadion beberapa menit,aku dipanggil kembali tetapi aku menolak dan masih sakit hati atas apa yang menimpaku. Tetapi ibu menasehatiku,ibu mencoba meyakinkan diriku supaya lebih tenang dan dapat menerima semuanya.
Sampai di stadion aku melihat teman-temanku didepan pintu utama gedung,aku bertanya kenapa kalian bisa disini. Mereka menceritakan bahwa ada kecurangan didalam penyeleksian. Salah satu temanku merasa heran terhadap penyeleksian tahap Akademik karena dia melihat ada juga anak yang nilainya bagus tetapi dia dinyatakan tidak lulus seleksi,akhirnya dia mencari tau melalui beberapa teman ayahnya yang kebetulan punya koneksitas dikedinasan tersebut.
Kejadian itu terkuak dalang dari semua ini adalah mantan majikan ibuku yangmenyogok panitia agar anaknya bisa lulus masuk Akademi Militer. Mengetahui perbuatan yang tidak baik itupun akhirnya bapak pejabat tersebut dipecat dan terancam kehilangan tempat tinggalnya karena uang yang ia gunakan untuk menyogok adalah hasil korupsi, keluarganya terlantar,anaknya menangis bersujud pada ibuku ia memohon agar Ibuku dan aku memaafkan perlakuan ayah dan dirinya. Akhirnya setelah beberapa kejadian yang aku alami aku bisa mewujudkan niatku.
Beberapa tahun berlalu kini aku bahagia bisa membuat ibuku bangga,langkah tegapku yang dulu adalah satu langkah untuk memulai niatku masuk AKMIL kini tak gentar dan tak akan goyah. Senyuman ibu dalam senandung rindu tak akan pernah hilang dalam sukmaku.Lihatlah betapa banyak warna-warni kehidupan di negeri ini, ketika masuk gemerlapan dunia takkan pernah bisa membuka celah sekalipun dindingnya batu. Kekuasaan dan kekayaan seakan-akan menjadi skala prioritas utama dalam berkehidupan dan berkebangsaan,para petinggi elit yang selalu menyalahgunakan kekuasaannya sering kali lalai terhadap sumpahnya pada negaeri ini. Apa yang dibanggakan jika bekerja untuk negara tetapi tak bisa membuat negara bangga padanya. Sebagai pemuda seharusnya cita-cita dan asa kita wujudkan, diiringi doa dan usaha didalamnya.
Karya: Nurhalisa
コメント