![](https://static.wixstatic.com/media/5f6a22_14317cea1344456baa495f700dcdc045~mv2.jpeg/v1/fill/w_640,h_427,al_c,q_80,enc_auto/5f6a22_14317cea1344456baa495f700dcdc045~mv2.jpeg)
Oleh : Fahrul Rohman
181350079
Banten merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia, yang letak nya berdampingan dengan selat sunda atau Pulau Sumatera dibagiab Barat, dan Samudera Hinida dibagian Selatan. Sedangkan bagian Uttara berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Pasang suurtnya suatu pemerintahan merupakan hal yang sangat wajar dalam fenomena sejarah manusia. Suatu kekuasaan atau pemerintahan dalam satu periode tertentu akan berkembang dan juga bisa mengalami kemunduran, bahkan bisa mengalami suatu kehancuran. Istilah Banten sebagai salah satu provinsi yang sekarang mengalami perkembangan yang sangat pesat melalui sektor industrinya. Letak Banten yang sangat strategis dan berada di dekat Selat Sunda, menjadikannya sebagai pusat atau bandar dagang, mengingat kegiatan perdagangan di Nusantara dan Asia serta kedudukan barang dengan rempah-rempah di pasar internasional makin meningkat, seiring dengan berdatanganya para pedagang Eropa ke wilayah ini. setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511, Selat Sunda menjadi pintu masuk utama ke Nusantara bagian timur lewat Pantai Barat Sumatera bagi pedagang-pedagang muslim, dan kemudian bagi para pedagang Eropa yang datang dari arah ujung selatan Afrika dan Samudera Hindia. Sekitar awal abad ke 16 Masehi, di daerah pesisir Banten sudah ada sekelompok masyarakat yang menganut agama Islam. Penyebarannya itu sendiri dilakukan oleh salah seorang pemimpin Islam yang dikenal sebagai wali berasal dari Cirebon yakni Syarif Hdayatullah atau dikenal dengan Sunan Gunung Jati yang dikemudian hari dakwah beliau dalam menyebarkan agama Islam di Banten dilanjutkan oleh putranya Maulana Hasanudidin.
Sejarah awal kawasan Banten sebelum Islam masuk, dikenal dengan Banten Girang yang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Sejarah pendirian Banten menjadi sebuah kerajaan Islam di mulai pada tahun 1500an. 52 tahun sebelum kerajaan ini didirikan. Pada tahun 1526 sejarah Banten di mulai, yang dimana Nurullah dari Pasai yang dikemudian hari dikenal dengan Sunan Gunung Djati menyebarkan Agama Islam ke Barat Pulau Jawa yang lebih tepatnya yakni di Tanah Sunda/ Provinsi Banten saat ini. Syarif Hidayatullah sendiri membawa pasukan sekiatr 90 orang tim pendakwah yang semuanya merupakan murid-muridnya. Mereka itulah yang dikemudian hari menjadi penerus Syarif Hidayatullah dalam berdakwah di tanah Banten. Sebagai putra dari Syarif Hidayatullah, Sabankinking atau dikenal dengan Maulana Hasanuddin mewarisi kepandaian dari sang ayah dalam bidang ilmu agama dan ahli memerintah sebuah kerajaan. Pada tahun 1525 Maulana Hasanuddin berhasil menaklukkan Banten Girang dan menyatukannya dengan Banten Pesisir, kemudian Maulana Hasanuddin mendirikan sebuah kerajaan Islam pertama di tanah Banten. Pada saat Maulana Hasanuddin ini menjadi pemimpin di Kesultanan Banten, beliau memperluas kekuasaannya dan menyebarkan agama Islam ke daerah Sumatera atau lebih tepatnya di Lampung pada tahun 1530 M. Akan tetapi pada saat itu masyarakat Lampung sendiri tidak semua nya mengikuti ajaran Islam yang disebarkan/ diajarkan oleh Maulana Hasanuddin ini, adapula yang menganut dan mempertahankan corak animisme yakni dari masyarakat adat Lampung Abang (Pepadun). Kemudian setalah Maulana Hasanuddin wafat sekiat tahun 1570 M, tahta kesultanan diberian kepada anaknya yakni Maulana Yusuf. Beliau melanjutkan estafeta atau ekspansi Banten kedalam Kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Padjajaran. Maulana Yusuf sendiri menjadi sultan dari tahun 1570 sampai 1580 (sekitar 20 tahunan).
Pada masa pemerintahannya ia lebih menitikberatkan kepada pembangunan untuk pengembangan kota, keamanan wilayah, pertanian dan perdagangan, disamping ia sendiri melanjutkan kepemimpinan ayahnya. Setelah Maulana Yusuf memimpin Kesultanan Banten sekiat 10 tahun lamanya, belaiu wafat pada umur 80 tahunan, dan dimakamkan di Pekalangan Gede atau sekarang lebih dikenal dengan Kasunyatan.Setelah Maulana Yusuf wafat, estatfeta kepemimpinan di Banten digantikan oleh anaknya yakni Sultan Maulana Muhammad. Pada masa Sultan Maulana Muhammad ini, ia mencoba meguasai Palembang ppada tahun 1596, sebagai bagian dari Banten dalam rangka mempersempit gerakan Portugis di Nusantara. Akan tetapi usahanya tersebut gagal dikarenakan ia meninggal dunia dalam penaklukkan tersebut. Ia meninggal dunia dalam usia yang masih muda, dan ia meninggalkan seorang putra dengan istrinya yang seorang permaisuri Ratu Wanagiri putri dari Mangkubumi, yakni Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul kadir ( 1596- 1651 ), beliau lah yang menggantikan tongkat kepemimpinan kesultanan Banten pada saat itu. Mengingat usia beliau masih belia, tongkat kepemimpinan nya sementara digantikan oleh Mangkubumi Jayanegara.
Pada masa pemerintahannya banyak mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, dan untuk pertama kalinya kapal dagang Belanda mendarat di Pelabuhan Banten. Pada tahun 1602, Mangkubumi Jayanegara meninggal, kemudian ia digantikan oleh sang adik. Akan tetapi pada tanggal 17 November 1602 ia dipecat karena berkelakuan tidak baik. Khawatir akan terjadi perpecahan dan iri hati antar sesame keluarga kesultanan, maka pemerintahan diputuskan untuk tidak dipegang atau diberikan kepada siapapun, tetapi langsung oleh Ibunda Sultan, Nyimas Ratu Ayu Wanagiri. Walaupun pada akhirnya tterjadi perang saudara di antara keluarga kerajaan. Akan tetapi Oleh Pangeran Jayakarta bisa direda dengan perjanjian dan akhirnya mereka semua berdamai. Banten kembali aman, kemudian diangkatlah Pangeran Arya Ranamanggala sebagai Mangkubumi baru sekaligus menjadi wali Sultan Muda. Untuk menertibkan keamanan, Ranamangga menghukum Pangeran atau Penggawa yang melakukan penyelewengan. Namun pada tahun 1624, Mangkubumi Pangeran Arya Ranamanggala memutuskan untuk mundur dari jabatannya dikarenakan sakit. Dan pada Saat itu Abdulmafakhir sudah cukup dewasa, sehingga kekuasaan atas Kesultanan Banten kembali sepenuhnya dipegang oleh Sultan Abdulmafakhir. Kemudian pada tahun 1651 Sultan Abul Mafakhir meninggal dunia, dan tongkat Kesultanan digantikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa ( 1651-1683 ). Sultan Ageng Tirtayasa merupakan cucu dari Sultan Abul Mafakhir. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa inilah Kesultanan Banten mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam segala budang. Pembenahan serta penataan system pemerintahan yang tertib merypakan langkah awal untuk mengembalikan kejayaan Banten menjadi kesultanan yang berwibawa, terutama dimata kolonialis Belanda, yang dimana Belanda mulai berani macam-macam di Banten. Dalam pemerintahannya Sultan Ageng Tirtayasa menggunakan politik bebas aktif, yang dimana bertujuan untuk kemakmuran Kesultanan Banten. Pada tahun 1671 terjadi konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji yang bersahabat dengan Belanda. Kemudian Sultan Ageng Tirtayasa lebih memilih untuk mengasingkan dirinya ke luar Banten. Akan tetapi pada tahun 1680 Sultan Ageng Tirtayasa kembali, karena para rakyatnya dianiaya oleh Belanda, dan pada tahun itu juga Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan bendera perang kepada Belanda.
Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara di Batavia sehingga harus menyerahkan kekuasaannya kepada putranya. Sultan Ageng Tirtayasa meninggal dunia dalam penjara pada 1692 dan kemudian dimakamkan di Komplek Pemakaman Raja-raja Banten. setelah Sultan Ageng Tirtayasa meningggal dunia, kesultanan Banten kemudian dipegang oleh anaknya yakni, Sultan Haji ( 1682- 1687 ). Sultan Haji merupak seorang yang taat pada agama. Dengan kebijakan nya yakni tentang cara berpakaian perempuan yang diharuskan memakai sesuai dengan orang-orang muslim Arab. Pada masa sultan Haji ini terjadi berbagai macam konflik serta kekacauan di semua bidang. Diakibatkan karena hubungan nya yang bertolak belakang dengan Belanda. Sultan Haji mengalami akit-sakitan hingga mengalami meninggal dunia pada tahun 1687. Jenazahnya dimakan epat berdampingan dengan ayahnya. Tongkat Kepemimpinan dikawasan Banten kemudian diberikan kepada adiknya, yakni Sultan Zainul Abidin. Pada masa ini, salah seorang yang merupakan keturunan dari Banten, yang bernama Sangka, Pindah Agama ke agama Kristen dan Namanya pun berubah menjadi Helena Van Bantam. Kareana hukum di Banten Menerapkan syariat sebagai hukum positifnya, maka itu Helena Van Bantam, diancam hukuman mati. Selanjutnya pengganti Sultan Zainul Abidin digantikan oleh Sultan Abdul Fathi Muhammad Syifa Zainal Arifin ( 1733-1747 ). Sultan ini mempunyai seorang permaisuri yang bernama Ratu Syarifah Fatimah. Lantaran sultan ini lebih patuh kepada istrinya, saat Sultan mengangkat anaknya menjadi Putra Mahkota di Banten, yakni Pangeran Gusti, ditentanglah oleh istrinya, yang kemudian istrinya tersebut menunjuk anaknya dari suaminya yang dulu, yakni Pangeran Syarif Abdullah. Bahkan dikemudian hari istrinya tersebut memfitnah sultan dan dilaporkan kepada Belanda. Sultan ditangkap dan diasingkan ke Ambon hingga meninggalnya. Sedangkan Pangeran Gusti yang berhaksebagai putra mahkota diasingkan Sailan ( Sri Langka ) pada tahun 1747.
Kemudian Pangeran Syarif Abdullah yang menjadi sultan. Akan tetapi banyak rakyat yang tidak ska dengan cara kepemimpinannya, sehingga menyebabkan banyak terjadi pemberontakkan yang diprakasai oleh Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Untuk meredahkan kerusuhan ini, kemudian Belnada mengasingkan Ratu Fatimah dan Pangeran Syarif Abdullah ke Saparua, serta mengangkat Pangeran Arya Sandika adik dari Sultan Zainul Arifin, yang bergelar Sultan Abulma’ali Muhammad Wasi’ Zainul ‘Alimin sebagai sultan Banten. Akan tetapi banyak rakyat yang kembali tidak suka dngan pengangkatan sultan ini, kemudian terjadilah kerusuhan dan pemberontakkan kembali. Untuk meredamkan kembali, kenudian Belanda mengangkat Pangeran Gusti sebagai sultan Banten, yang dimana sempat diasingkan ke Sri Langka. Setelah Sultan wafat kemudian digangtikan oleh anaknya yakni Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliudin ( 1733-1799 ). Sultan ini tidak memiliki anak, kemudian pada saat Sultan Aliudin wafat, sultan Banten diberikan kepada adiknya yang bergelar Sultan Abulfath Muhammad Muhidin Zainussolihin ( 1799-1801 ). Setelah Sultan Abulfath menjnggal dunia akibat dibunuh oleh ponakannya Kesultanan Banten mengalami banyak pergantian Sultan hingga sebelum dibumihanguskan oleh Deandels pada tanggal 21 November 1808, yakni Sultan Aliyudin II. Kemudian Deandels mengambil alih dan menggantikan system pemerintahan dari Kesultanan ke Residen (setara Provinsi pada masa sekarang). Yang berpusat di Serang, dan membagi tiga wilayah setingkat Kabupaten yakni Banten Hulu, Caringin, Anyer. Daerah Tangerang dan Jasinga digabungkan dengan Batavia. Untuk Banten Hulu, Deabdels mengangkat Sultan Syafiudin ( 1801-1809 ) yang pusat pemerintahan nya di Keraton Kaibon, dikarenakan Keraton Surosowan telah hancur. Pada tahun 1813, Rafles, gubernur Inggris memaksa Sultan Syafiuddin untuk turun tahta dan menekannya untuk meyerahkan kekuasaan nya kepada Inggris. Dan setelah itu, secara resmi Kesultanan Banten telah dileyapkan dan dihilangkan selama-lamanya.
Referensi :
Maftuh, Islam Pada Masa Kesultanan Banten : Perspektif Sosio-Historis. Jurnal Online Vol, 32 No. 1, 2015 Nina H Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, Jakarta : Pustaka LP3S, 2003. Nisaul Mahmudah, Proses Masuk dan Penyebaran Dakwah Sunan Gunung Jati Bersama Putranya Maulana Hasanuddin Tofik Saputro , Strategi Kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa Di Kesultanan Banten ( 1651-1683 ), UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta, 2018. Yosep Iskandar, Dkk, Sejarah Banten ( Jakarta, Tirtayasa Sjam’un Corps, 2011) Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Abu_Al-Mafakhir_Dari_Banten Https://Www.Kompas.Com/Stori/Read/2021/05/04/181948179/Sultan-Ageng-Tirtayasa-Asal-Usul-Peran-Dan-Perjuangan?Page=All.
Comments