Belasan
Oleh: Rowan
Terakhir
Gulita menjelma aku
Saat langkahmu mulai menjauh
Rembulan seakan meredup
Saat cincin di jari manismu bukan dariku
Suasana kamar seakan panas
Saat pipiku basah melepas kepergiannmu
Sajadah menjadi sandaranku
Basah corak masjidnya
Kalimat-kalimat mulai tersusun menjadi kata
Perihal rasa siapa yang tahu ukurannya
Semoga penerimaan mulai mengetuk pintu hati
Karena yang di hati belum tentu semati
Janji
Di bawah rindangnya pohon yang berumur ratusan tahun
Kita menyatukan kelingking
Semoga cerita kita
Sepanjang usia pohon ini
Tapi,
Belum seperempatnya kita berpisah
Cinta tak harus memiliki, kan?
Cinta juga tak bisa dipaksa, kan?
Aku hanya tersenyum memandang foto kita
Sesekali pernah pipiku basah
Berbulan berlalu
Rasa itu masih ada
Berbulan berlalu
Aku harus memaksa rela
Berpisah
Semburat cahaya mentari memenuhi sudut-sudut jendela kamar
Cahayanya mencium pipiku yang basah bekas semalam
Ingin selalu berada di mimpi
Namun kita harus kembali sadar
Bahwa yang bersama
Akan berpisah
Yang berawal
Pasti memiliki akhir
Kaurenggut kembali harapku
Sedang aku tertatih bangkit kembali
Tuhan, apa kau cemburu?
Tuhan, apa kau ingin aku kembali?
Penuhi aku dengan pengampunan-Mu
Sampai aku tenggelam di dalamnya
Melangkah
Kita adalah lembaran yang terpisah
Kau di buku yang satu
Dan aku yang satunya
Kita pernah berjalan senada
Menulis kisah kita berdua
Namun
Tak lagi
Kita berpisah
Dan saling membelakangi
Melanjutkan langkah
Teringat
Perjalanan tanpa ujung setelah kepergianmu
Langkah demi langkah kulalui
Kadang teringat kembali
Semua tentangmu
Kadang aku tertawa
Tidak sedikit aku menangis
Apakah aku harus menyalahkan perpisahan?
Atau menyalahkan takdir atas awal pertemuan kita?
Sedikit demi sedikit ikhlas mulai menyelimuti
Perlahan tapi pasti penerimaan menghampiri
Cinta memang tak harus memiliki, kan?
Puncak cinta itu bahagia melihat yang dicinta bahagia, kan?
---walau bukan bersama kita.
Silahkan pergi
Apa rasanya hati saat ditinggal pergi?
Apa kamu bisa menggambarkannya?
Tidak?
Bertahun kau pergi
Bertahun aku mencoba sembuh atas luka ini
Mengapa kau datang kembali?
Apa?
Kau bilang ini takdir bahwa jodoh akan bertemu?
Tidak,
Kau salah.
Aku tidak ingin menangis dua kali
Aku tidak akan mematahkan hatiku lagi
Aku masih punya harga diri
Aku pasti bisa tanpamu
Silahkan pergi,
Hatiku tertutup untukmu yang tak bisa menghargai sebuah hati.
Air Mata
Semua sudah mengering
Air mata yang kutampahkanhkan untuk senyum yang telah melangkah jauh
Adakalanya hati ingin tetap bersamamu
Sesekala hati mengigatmnu
Sesekali hati belum bisa berpaling darimu
Lagi-lagi terpaksa adalah langkah penerimaan
Satu-dua tahun terpaksa
Lalu tersiksa
Lama-lama menerima dan terbiasa
Semoga bahagiamu segera kau temukan
Sebagaimana yang kau katakan sebelum menjauh
‘kau bukan bahagiaku, akan kutemukan bahagiaku.’
aku mengumpat dalam hati
‘lalu, mengapa kau menetap bertahun di sini? Apa cuma hanya ingin bermain? Dan setelah kau bosan, kau tinggal pergi dan mencari tempat mainmu yang baru?’
Sadar
Puaskan kakimu untuk melangkah
Bukankah perpisahan memang sungguh nyata
Biarkan aku ditemani hujan malam hari
Bulan yang masih bersembunyi dengan bintang malam yang tak berani menatapku
Hujan mulai jatuh ke kepalaku menembus sampai ke ujung kaki
Kau tetap melangkah pergi
Air mata dan air hujan berpadu menjadi satu
Airnya mampu menembus hati yang keras
Bahwa cinta tak harus memiliki
Bahwa cinta tak harus bersama
Tak harus selalu berdua
Semua yang berakhir memang menyedihkan, kan?
Saat senyumnya kembali pada sudut ingatan
Saat hangatnya dirasakan kala bersama malam
Saat itulah pengikhlasan harus terealisasikan
Bagaimana mungkin kau akan berjalan tanpa pengikhlasan?
Bagaimana mungkin kau akan mampu melangkah maju jika tak adanya penerimaan.
Sendiri
Kutarik napas panjang pada pertengahan bulan sejak kau pergi
Kenang itu masih ada dalam sanubari dan indah menari dalam kepalaku
Sedang aku menikmati kenang itu
Benar, memaafkan itu tidak mudah
Lebih-lebih menerima dan mengikhlaskan
Aku sekarang mencoba mengambil langkah akan semua yang terjadi pada kisah kita
Kuharap penuh sampai menua
Ternyata sampai di pertangahan saja
Kita berbeda jalan dan berpisah
Cahaya
Cahaya kumbang mulai menyinari tanaman-tanaman yang mulai dipeluk oleh gelap. Gelapnya bukan hanya memeluk sekitarnya, ia juga mulai memeluk hati-hati yang kisah cintanya karam-seperti aku-. Gelap itu mulai menyentuh di hati paling dasarnya. Aku takbisa berbuat apa-apa saat kau memutuskan untu melangkah jauh. Aku tergugu. Tanpa bergerak. Tanpa suara. Hanya angin yang mendesir seakan menyanyikan lagu kegalauan terbaru. Malam itu aku runtuh. Sebagaimana di awal kalimat ini. Cahaya kumbang masih ada di dalam hati. Ia menjadi pertahanan akhir semua episode kehidupanku. Cahaya yang menjadi titik aku kembali. Cahaya yang kecil namun semakin membesar ketika aku membesarnya. Ya, benar, cahaya itu adalah cahaya keimana yang ditaruh oleh Yang Maha Cinta. Agar ketika aku benar-benar runtuh, ada cahaya itu yang akan membangun kembali semua halaman dalam hidupku.
Aneh
Aku kembali meratap sepi
Harusnya begitu
Bukan begini
Memang nasib
Susah sekali jika sudah ditakdirkan
Sulit sekali menerima kenyataan
Aneh, sungguh aneh
Ketika kita tidak pernah kenal aku baik-baik saja
Tapi, ketika kita kenal lalu dekat dan kamu pergi
Kenapa aku tidak baik-baik saja
Sekali lagi, ini aneh
Dan
Ini soal waktu
Maaf sudah terucap
Semoga ikhlas dan penerimaan segera meliputiku atas perbuatanmu.
Pernah Bersama
Apa aku salah jika mencintaimu?
Apa aku tidak boleh jika menyukaimu?
Bukankah kita menjalani ini dengan bahagia?
Atau jangan-jangan kau hanya kasihan padaku karena hidupku yang nestapa?
Ah, lagi-lagi aku seperti ini
Semenjak kepergianmu satu pekan lalu
Kamarku dipenuhi pertanyaan seperti ini
Siapa juga yang ingin seperti ini
Siapa juga yang aka peduli jika hidupku nesatapa
Siapa juga yang mau tahu bagaimana aku menjalani hidup
Cukup satu hal saja yang harus kamu tahu
Aku bahagia saat kita bersama
Ah, mengapa aku harus mengatakan ini
Tapi, ini sungguh
Aku berharap kita menua bersama
Tapi scenario tak sesuai ekspetasi
Dan sekarang
Kita hanya pernah bersama.
Pergi
Perpisahan bukan hal yang mudah, kan?
Saat sudah jauh berjalan
Teringat kembali kenang di warung kopi
Teringat kembali senyum di tukang seblak
Kembali lagi tercium aromamu di kantin kampus
Tatap matamu di sudut kelas
Bayangmu di lorong-lorong rektorat
Rasanya sulit melupa, tapi akan lebih sulit lagi jika kita memaksa bersama
Tidak mungkin matahari dan bulan dipaksa menikah
Mereka bercahaya sesuai dengan waktunya
Jadi, aku menerima meski terpaksa
Kepetusanmu pergi.
Cukup
Aku bersyukur semesta mengirimu mewarnai kisahku
Di Bianglala
Senyummu merona di atas ketinggian 30 meter
Sedang aku sedikit pucat karena takut ketinggian
Bertahun berlalu
Semua bosan mulai menghampiri
Seakan asing menyelimuti kita kembali
Tak sengaja semesta memberi jawaban atas keterasingan ini
Di warung baso yang nyaring terdengar klakson kereta
Kutatap mesra kekasihku dengan wanita lain
Dengan dua mangkok baso bergambar ayam jago
Aku menatapmu, kamu menatapku
Aku pergi
Sudahi semua
Cukup
Aku menangis di kamar
Kurapal mantra:
Tuhan, Aku salah, maafkan.
Menjauh
Dulu dengkul kita berdekatan
Tangan saling mengenggam
Tatap mata hanya beberapa jengkal
Hingga kubisa menikmati senyummu
Indah bola matamu
Hangat sentug jemarimu pada pipiku yang berjerawat
Sekarang kita saling menjauh
Dengkul kita puluhan kilometer
Tatap mata kita tak saling bertemu
Jangan tanya apakah jari saling mengenggam
Jangan tanya apakah aku bisa menggambarkan senyummu, bola matamu, lentik jarimu
Kita adalah langkah yang pernah bersama lalu berpisah dipersimpangan
Aku dengan langkahku
Kamu dengan langkahmu
Dan kita saling menjauh.
Comments