Pendidikan Pada Masa Islam
Sistem pendidikan pada masa Islam merupakan akulturasi antara konsep uzlah atau konsep menyendiri sebagaimana dikenal dalam Islam dengan sistem pendidikan pada masa Hindu-Buddha.
Salah satu bentuk akulturasi tersebut adalah diterapkannya sistem Mandala dalam bentuk pemondokan yang dalam sistem pengajaran Islam dinamakan pesantren. Sehingga di dalam lembaga pesantren, ulama dan santri tinggal bersama di satu tempat, tidak hanya sekedar untuk menjalankan aktifitas belajar-mengajar melainkan juga belajar tentang makna kerjasama, gotong royong dan tanggung jawab.
Pola pendidikan dengan sistem pesantren ini menjadi catatan penting dalam sejarah dan perkembangan pendidikan di Indonesia, karena eksistensinya masih dapat disaksikan hingga sekarang.
Pada permulaan abad ke-16 dan mungkin di dalam abad ke- 13 banyak masyarakat yang dahulu memeluk agama Hindu kemudian memeluk agama Islam. Mungkin sekali agama Islam mereka telah disesuaikan dengan keadaan dan adat istiadat dan mungkin dengan kebudayaan bangsa Hindu.37 Proses penyebaran Islam dilakukan dengan berbagai jalan, mulai dari perdagangan, pernikahan, pengobatan, budaya, maupun pendidikan.38
Lembaga pendidikan Islam telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat pada zamannya. Adapun lembaga pendidikan di Indonesia pada zaman penyebaran Islam antara lain:
a. Pendidikan Masjid, Langgar, dan Surau
Hampir di setiap desa di Pulau Jawa terdapat tempat peribadahan. Di tempat tersebut, umat Islam dapat melakukan ibadahnya sesuai dengan perintah agamanya. Tempat tersebut dikelola seorang pertugas yang disebut “amil”, “modin”, lebai” (Sumatra). Petugas tersebut bertugas ganda yaitu memimpin dan memberikan doa pada waktu hajat upacara keluarga atau desa, dan bertugas sebagai pendidik agama.39
Pengajaran-pengajaran di langgar-langgar merupakan pengajaran permulaan. Sedangkan pengajaran di pesantren ditujukan kepada mereka yang ingin memperdalam ilmu ketuhanan. 40 Apa yang diajarkan di langgar merupakan pelajaran agama dasar, mulai pelajaran dalam huruf Arab, tapi tak jarang pula dilakukan secara langsung mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibacakan dari kitab Al-Qur’an. Tujuan pendidikan dan pengajaran di langgar adalah murid dapat membaca dan lebih tepat melagukan menurut irama tertentu seluruh isi Al-Qur’an.41
Sistem pengajaran secara individual. Yang secara individual anak satu persatu kehadapan guru sedang anak yang lainmenunggu gilirannya.42 Sementara menunggu, murid-murid lainnya duduk bersila melingkar dengan tetap berlatih melagukan ayat-ayat suci.43
Di sini sang guru melakukan koreksi kepada bacaan murid-murid yang salah mengucapkannya. Pelajaran biasanya diberikan pada pagi hari (habis shubuh) atau petang hari (sesudah atau sebelum magrib) dengan lama pertemuan tiap harinya sekitar satu hingga dua jam. Proses tersebut biasa selesai atau dapat diselesaikan selama beberpa bulan, tetapi umumnya sekitar 1 tahun.44
Murid-murid yang belajar di langgar tidak dipungut uang sekolah. Kalaupun ada, uang sekolah yang diberikan itu tergantung kepada kerelaan orangtua murid yang dapat memberikan tanda mata berupa benda-benda atau uang. Sesudah murid menyelesaikan pelajaran dalam arti tamat membaca AlQur’an, biasanya diadakan selamatan dengan mengundang makan temanteman murid atau kerabat dekat, di rumah guru atau di langgar. Hubungan antara murid dan guru pada umunya berlangsung terus walaupun murid kemudian meneruskan pendidikan pada lembaga pendidikan yang lebih tinggi.45
Selain langgar, di Sumatra pun terdapat sekolah-sekolah agama semacam langgar dan pesantren. Sekolah-sekolah agama di Sumatra khususnya di Minangkabau disebut dengan “Surau” yang memberikan pelajaran permulaan dan pelajaran tinggi.46
Istilah surau di Minangkabau sudah dikenal sebelum datangnya Islam. Sebagai lembaga pendidikan tradisional, surau menggunakan sistem pendidikan halaqah. Sistem pendidikan ini seperti yang digunakan di langgar. Pada umumnya pendidikan ini dilaksanakan pada malam hari.47
Dalam surau-surau kecil hanya diajarkan membaca Al-Quran dengan tidak memakai pengertian dan kecakapan menulis.48 Disamping itu adapula ilmu-ilmu ke-Islam-an lainnya yang diajarkan, seperti keimanan, akhlak danibadah.49 Di surau yang besar mendidik siswanya supaya memiliki pandangan dan pendapat yang terang tentang pengetahuan umum.50
Metode pendidikan surau memiliki kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya terletak pada kemampuan mengafal muatan teoritis keilmuan. Sedangkan kelemahannya terdapat pada lemahnya kemampuan memahami dan menganalisis teks.51
b. Pendidikan Pesantren
Di pesantren yang diajarkan ialah berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fiqih, teologi, dan tasawuf. Pesantren ini kemudian menjadi salah satu pusat penyiaran Islam. Beberapa pusat pesantren yang menjadi penyiaran agama Islam adalah sebagai berikut: Syamsu Huda di Jembrana (Bali), Tebuireng di Jombang, Al-Kariyah di Banten, Tengku Haji Hasan di Aceh, Tanjung Singgayang di Medan, Nahdlatul Watan di Lombok, Asadiyah di Wajo (Sulawesi), Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjar di Martapura (Kalimantan Selatan), dan banyak lainnya.57
Surya Siregar memberikan beberapa ciri dan prinsip yang bisa menjadi kehidupan pendidikan di pesantren. Hal ini mulai dari akrabnya hubungan antara peserta didik dengan pendidik, santri dengan kiai. Santri sebagai murid memiliki sikap patuh dan taat kepada sang pendidik, kiai, disebabkan kebijaksanaan dan karisma yang dimiliki oleh sang kiai tersebut. Kehidupan santri dalam pesantren terpola secara mandiri-sederhana, displin dan terampil dan pola sikap hidup hemat. Kemudian institusi tersebut banyak ditanamkan dan dipraktikkan semangat kebersamaan, persaudaran, saling bantu satu sama lain.58
Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kiai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya.Setelah beberapa lama, banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kiai. Pada zaman dahulu, kiai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. 60
Kiai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kiai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubuk yang didirikan.61
Di dalam sistem pengajaran pesantren ini, para santri, yaitu muridmurid yang belajar, diasramakan dalam suatu kompleks yang dinamakan “pondok”. Disamping pondok pesantren tersebut juag terdapat tanah bersama yang digunakan untuk usaha bersama antara guru dan santri. Para santri belajar pada bilik-bilik terpisah dan belajar sendiri-sendiri, tetapi sebagian besar waktunya digunakan untuk bekerja di luar ruangan, baik untuk membersihkan ruangan, halaman, atau bercocok tanam. Mereka pada umumnya telah dewasa dan dapat memenuhi kebutuhan sendiri, baik dari bantuan keluarganya, atau telah mempunyai penghasilan sendiri.62
Pelajaran utama yang diberikan adalah dogma keagamaan (ushuluddin), yaitu dasar kepercayaan dan keyakinan Islam, dan fiqih, yaitu kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan bagi pemeluk Islam, meliputi:
1) Syahadat, yaitu mengucapkan kalimat bahwa tidak ada Tuhan yang harus disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusannya.
2) Menjalankan shalat.
3) Membayar zakat pada fakir miskin.
4) Berpuasa pada bulan Ramadhan.
5) Pergi naik haji bagi yang mampu.66
c. Pendidikan Madrasah
Kemunculan madrasah erat hubungannya dengan sosok seorang meenteri dari dunia Arab bernama Nizam el-Mulk abad ke-11 sebagai pendiri lembaga pendidikan madrasah. Tokoh ini mengadakan pembaruan denganmemperkenalkan sisitem peendidikan yang bermula bersifat murni teologi (ilmu ketuhanan) dan menambah ilmu-ilmu yang bersifat keduniawian, seperti astronomi (ilmu perbintangan) dan ilmu obat-obatan.
Bagi penulis khusus pendidikan Islam tipe madrasah dikaitkan dengan kemunculannya di Indonesia, merupakan peraliahan dan perkembangan pendidikan Islam yang mengadopsi sistem pendidikan modern dengan tetap mempertahankan beberapa pelajaran pokok islam dan porsinya lebih banyak diajarakan.69 Isi kurikulum pada umumnya adalah apa yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan islam (surau dan pesantren) ditambah dengan beberapa materi pelajaran yang disebut dengan ilmu-ilmu umum.70
Pendidikan Pada Masa Kolonial
- Masa VOC
Kedatangan bangsa Belanda sekitar abad XVII – XVIII memberi warna baru dalam sejarah dan perkembangan pendidikan di Indonesia, karena pada masa itu sistem pengelolaan pendidikan dilakukan oleh gereja yang juga menerapkan konsep asrama sebagaimana Mandala dan Pesantren.
Para pastur dan biarawan merupakan sosok penting dalam menjalankan pendidikan pada masa itu yang fungsinya tidak hanya sebagai rohaniawan, melainkan juga sebagai guru sekaligus pegawai VOC. Sehingga para siswa yang diajar, begitu lulus akan diarahkan menjadi pegawai rendahan VOC yang bekerja di bidang administratur.
Pendidikan yang diajarkan pada masa VOC hanya sampai pada tingkat dasar, yaitu pengetahuan tentang calistung (baca, tulis dan berhitung). Namun demikian, di luar pendidikan yang berada di bawah kendali VOC, berkembang pula sistem pendidikan yang lain.
Sistem pendidikan tersebut diantaranya; Sekolah Latin yang mempelajari khusus bahasa Latin di rumah-rumah pendeta, Seminarium Theologicum atau Sekolah Seminari yang mendidik calon pendeta, Academie der Marine atau Akademi Pelayaran, Sekolah China yang didirikan masyarakat keturunan China serta pendidikan Islam yang berkembang secara tradisional.
- Masa Hindia Belanda
Sejarah dan perkembangan pendidikan di Indonesia pada masa Hindia Belanda mulai terstruktur karena pendidikan di Nusantara dikendalikan oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Pada masa itu jenjang pendidikan beserta prinsip-prinsipnya sudah tersistem dan terstruktur dengan menerapkan sistem sekuralisasi yang memisahkan antara pendidikan dengan agama sehingga sekolah sudah tidak lagi dikelola pastur dan biarawan.
Saat itu diskriminasi masih diberlakukan dalam rekrutmen siswa dan sekolah didirikan berdasarkan strata sosial masyarakat, sehingga sekolah untuk pelajar keturunan Eropa berbeda dengan sekolah bagi para pribumi.
Perubahan terjadi pada awal abad XX dengan diberlakukannya politik etis oleh pemerintah Hindia Belanda. Dengan berpijak pada sistem politik yang berlaku, pola edukasi bagi masyarakat pribumipun ditingkatkan.
Hanya saja, tujuannya bukan untuk rakyat Nusantara, melainkan untuk kepentingan pemerintah kolonial, karena orientasi pendidikan adalah agar dapat menghasilkan pegawai-pegawai pemerintah yang lebih mumpuni dan lebih terampil dalam menjalankan tugas-tugas administrasi pemerintah. Sehingga pemerintah Hindia Belanda tidak perlu mengeluarkan upah yang tinggi sebagaimana gaji yang diberikan kepada pegawai dari Eropa.
Pada saat itu, jenjang pendidikan yang belaku adalah pendidikan dasar yang terbagi atas 3 kategori yaitu sekolah yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Belanda (HIS, HCS dan ELS), sekolah yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Daerah (IS, VgS dan VS), serta sekolah peralihan.
Selain pendidikan dasar terdapat pula pendidikan menengah (MULO, AMS dan HBS) dan pendidikan kejuruan, serta pendidikan tinggi (STOVIA, Rechts School dan Rechthoogen School).
- Masa Pendudukan Jepang
Sejarah dan perkembangan pendidikan di Indonesia pada masa pendudukan Jepang diwarnai dengan ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Sebelumnya, bahasa pengantar di sekolah-sekolah adalah Bahasa Belanda dan Bahasa Daerah masing-masing.
Perubahan tersebut tanpa sadar memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menumbuhkan rasa nasionalisme pada diri bangsa Indonesia. Selain itu kebijakan positif lainnya yang diterapkan oleh Jepang adalah dihapuskannya sistem pembagian sekolah berdasarkan strata sosial, sehingga siapapun dapat belajar di sekolah-sekolah tanpa membedakan etnis dan juga kelas sosial mereka.
Kebijakan itu dibuat oleh Jepang setelah sebelumnya menutup sekolah-sekolah Belanda dan diganti dengan sekolah yang dijalankan melalui pengawasan dari pemerintah Jepang. Berbagai kebijakan terkait pendidikan yang dilakukan oleh Jepang tersebut tujuannya adalah menarik simpati bangsa Indonesia agar mendukung tentara Jepang yang kala itu sedang perang melawan pasukan Sekutu dalam Perang Dunia II.
Pada masa pendudukan Jepang, jenjang pendidikan di Indonesia terbagi atas Pendidikan Dasar atau Kokumin Gakko yang dikenal dengan sebutan Sekolah Rakyat, Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko), Sekolah Menengah Tinggi (Koto Chu Gakko), Pendidikan Kejuruan atau Sekolah Vokasi dan Pendidikan Tinggi.
Selain pendidikan yang bersifat formal, Jepang yang sangat membutuhkan bantuan tenaga militer dari bangsa Indonesia juga membentuk pendidikan semi militer bagi rakyat, yaitu Heiho dan PETA. Lembaga pendidikan semi militer bentukan Jepang itulah yang kemudian memberikan andil besar pada masa revolusi kemerdekaan dalam mempertahankan kemerdekaan RI.
Pendidikan Pada Masa Pasca Kemerdekaan
Pada masa pasca kemerdekaan, sejarah dan perkembangan pendidikan di Indonesia terus berkembang ke arah peningkatan dengan melakukan berbagai perubahan dari waktu ke waktu yang ditandai dengan dilakukannnya perubahan kurikulum hingga 11 kali. Begitu seringnya perubahan yang terkait dengan kebijakan pendidikan, hingga muncul istilah “ganti menteri ganti kebijakan”.
Terlepas dari sisi negatif yang ditimbulkan akibat seringnya berganti aturan, banyak sisi positif yang semakin dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia yang ingin mendapatkan pendidikan yang layak dan bermartabat.
Secara umum sejarah dan perkembangan pendidikan di Indonesia pasca kemerdekaan terbagi atas 3 periode, yaitu masa Orde Lama, masa Orde Baru dan masa Reformasi. Ketiga periode tersebut praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan dari sisi penerapan jenjang pendidikan, hanya dari sisi perekrutan tenaga pendidik dan penyampaian materi ajar sedikit mengalami perubahan dan dilakukan tambal sulam dengan maksud untuk menyesuaikan materi ajar dengan perkembangan zaman.
Sisi positif dari perubahan yang terjadi di dunia pendidikan pada saat sekarang adalah tingkat kesejahteraan guru yang semakin membaik dengan diberikannya tunjangan profesional senilai gaji pokok, sarana dan prasarana pendidikan yang menunjukkan peningkatan, sistem pengajaran yang memungkinkan kreatifitas murid dapat lebih berkembang dan berbagai capaian positif lainnya.
Kommentare