top of page

Cerpen "Bagaimana kalau aku bilang, aku mencintaimu?"

Updated: Aug 10, 2021



Oleh May Mauliawati (@may_mwt)

Rintik hujan membasahi jalanan, membuat kocar-kacir pengemudi kendaraan, ada yang terus menyerang hujan demi segera sampai tujuan, ada juga yang meneduh karena kedinginan. Tak terkecuali Rere, ia sungguh sangat menanti hujan, suara bulir-bulir air yang menghunus ke tanah bak melodi relaksasi jiwa. Sambil menyetel lagu kesukaannya iKON Love Scenario ia menyebrang lorong-lorong perpustakaan dengan membawa setumpuk buku, ia baru ingat hari ini ada jam mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, ia pun bergegas menuju kelas.

Gubraakkk! Sesorang telah menabrak Rere yang membuat buku yang dibawahnya jatuh ke lantai, orang itu adalah Jay, kaka tingkatnya. Jay terkenal famous karena kegantengan dan prestasinya, semua mahasiswi sangat mengaguminya, Jay juga lulusan Pesantren Gontor.

“Maaf, saya tidak sengaja. Kamu tidak apa-apakan?.” Jay membantu membereskan buku-buku Rere.

“Tidak apa-apa kak.” Balas Rere sambil langsung pergi meninggalkan Jay.

“Tunggu dulu.” Teriak Jay yang tiba-tiba salah tingkah

Rere tidak menanggapi suara itu, ia terus berjalan meninggalkan Jay, mengingat ia sudah tertinggal beberapa menit untuk mata kuliah kali ini.

*****

Kelas telah selesai, nampak di luar hujan pun telah reda, semua mahasiswa berhamburan, ada yang langsung pulang, ada yang melanjutkan tugasnya, ada juga yang mengikuti kegiatan UKM, Rere bersama Desi dan Sinta, bergegas menuju kost-an mereka, Sinta temannya adalah yang paling update soal gosip kampus, Rere dan Desi bahkan suka menggeleng-geleng kalau Sinta sudah bercerita, Sinta seperti dispatch kalau di Korea atau lambe turah di Indonesia.

”Lu taukan Kak Jay?, Kating kita, dia satu jurusan loh dengan kita, kemarin dia baru saja memenangkan olimpiade”

“Olimpiade apa?” Sahut Rere

“Yeee, sabar dong baru mau ngomong, tumben lagian lo Re, nanggepin cerita gue” gelitik Sinta membuat Rere malu, Ia belum cerita kalau sebab ia telat masuk kelas tadi karena bertemu kating yang ganteng itu, tak munafik Rere masih memikirkan kating itu senyumnya yang manis merasuk psikis otak Rere, ia pun langsung beristighfar ria.

“Ahh, jangan sampe gue suka sama dia, gak boleh” dalam batinnya Rere berkata

Sinta meneruskan cerita, hingga sampailah mereka pada kost-annya yang sederhana namun hangat dengan rasa kekeluargaan, meskipun baru kenal beberapa bulan lalu, mereka merasa seperti saudara kandung, pertama kali kenal saat MOS mereka satu kelompok yang akhirnya satu kelas dan memutuskan tinggal bareng di kost-an, mereka juga sahabat taat yang saling mengingatkan dan suka bareng ke majelis ilmu, kebetulan kost-an mereka dekat dengan Pondok Pesantren jadi bisa saat libur dan tidak ada tugas mereka datang untuk pengajian. Desi juga alumni Pondok Modern Latansa, ia tak segan selalu membagi ilmunya, apalagi saat Mata Kuliah B.Arab, Desi bak ustadzah yang lihai dan sabar mengajari Rere dan Sinta yang lulusan SMK.

“Btw besok tugas B.Arab di kumpulin ya? Lu udah re?” Tanya Sinta sambil mencari buku B.Arabnya

“Hehe Belum, gue sibuk streaming iKON aja dari kemarin, yuk kerjain!” Sahut Rere

Sinta dan Desi menjawab dengan kompak.

“YYUUUUK!”

“Jadi tugas B.Arab kali ini bahas fi’il, jadi Fi’il itu ada tiga yaitu Fi’il Madhi yang menunjukan kata kerja peristiwa yang telah lalu, Fi’il Mudhari itu kata kerja untuk peristiwa sekarang dan Fi’il Amr itu kata kerja untuk perintah”

Rere tidak fokus memperhatikan penjelasan dari Desi ia malah melamun memikirkan kejadian tadi siang, ah sial dia malah kepikiran Jay, di tengah materi juga Sinta malah cerita tentang Jay.

“Oh iya mengenai kating yang kita bicarakan tadi Kak Jay, dia itu jago bahasa Arab loh, wajar sih Alumni Gontor, dan tau gak dia juga kuliah sambil nyantri di pondok deket kost-an kita”

Mata Rere terbelalak, kaget.

“Shit, serius lo sin?”

“Iya kenapa sih lu Re, dari tadi?”

Sinta dan Desi mulai curiga dengan tingkah Rere yang aneh

“GAAK, GUE GAPAPA”

Rere tak ingin sahabatnya mengetahui dirinya yang sedang merasakan aneh dalam hatinya yang tiba-tiba terus memikirkan Jay.

“Eh besok sepulang kuliah, kita ke pondok Al-Hakim yuk, katanya sih mau ada sima’an Al-Qur’an oleh para santri dan ada acara makan-makan loh”

Dengan penuh semangat Desi mengajak kedua sahabatnya, Rere dan Sinta pun geleng-geleng dengan tingkah desi yang doyan makan dan selalu tidak ketinggalan dengan hal gratisan.

****

Keesokan harinya, setelah pulang kuliah di Pondok Al-Hakim para santri dengan khidmat menyima’ tak terkecuali Desi yang sibuk dengan snack yang telah di hidangkan. Lain hal dengan Rere yang kaget bukan kepalang saat melihat giliran santri yang tasmi hari ini, ia melihat Jay dengan peci hitam, baju putih dan sarung khas santrinya menuju ke tempat sima’an. Ia memulai dengan membaca Ta’awudz, Juz yang ia baca kali ini adalah Juz 27, hingga pada saat surat Ar-Rahman tak sadar Air mata Rere meleleh di ikuti para santri putri yang terkesima melihat ketampanan dan kesholehan Jay ia bak pangeran. Ada rasa yang tak biasa dalam hati Rere, Jay adalah Imam yang sempurna, untuk membimbing dirinya, namun ia sadar siapalah dia, hanya lulusan SMK, dulu sewaktu sekolah cuma jadi santri kalong saja, tak setara dengan Jay yang lulus Pondok Pesantren dan memiliki hafalan Qur’an dan Jago Nahwu-Shorof, Jay juga sering ikut lomba Qiroatul kutub dan selalu juara, kemampuannya membaca kitab gundul memang tidak lagi diragukan, tak salah sampai Kiai pondok inipun ingin menjadikannya mantu, anak kiai juga cantik dan pintar soal baca kitab apalagi hafalan Al-Qur’annya, ahhhh mereka bak pangeran dan bidadari yang pantas bersanding. Batin Rere.

“Shadaqallahul adzim.....”

Para santri berhamburan berbaris untuk antre prasmanan makanan yang sebelumnya sudah di masak para santri semalaman. Rere, Sinta dan Desi juga berbaur untuk mengantre. Acara sima’an itu di tutup dengan ceramah singkat Pimpinan Ponpes Al-Hakim yaitu Kiai H. Miftah.

****

Detik berubah menjadi menit, menit berubah menjadi jam dan pertemuan singkat menjelma menjadi rindu yang terlarang. Cahaya matahari menerabas sela-sela gedung, embun pagi mengintip di pucuk dedaunan. Tepat seminggu yang lalu setelah acara sima’an di ponpes Al-Hakim, rasa Rere terhadap Jay semakin menggebu, tak pernah sebelumnya Rere merasakan hal seperti itu, hal ini adalah pertama kalinya ia merasakan jatuh cinta pada pertemuan pertama.

Wahai Auroraku,

Warnamu masih sama

Jingga, meski di pagi buta

Langit masih tetap sama,

Menunggu hadirmu

Kaulah cinta pertamaku.

Rere bersenandung, menangis tersedu, tak seharusnya ia merasakan hal ini, antara suka dan realita yang tak mungkin ia gapai, rasanya berkecamuk berperang sengit.

“Tidak, akuu tidak sepantasnya merasakan hal ini, sadarlah Rere.” Berkata Rere lirih sambil menghembuskan nafas kasar.

“Assalamualaikum.” Suara Jay menyadarkan lamunan. Rere mematung, mulutnya seakan terkunci kedua matanya bertemu dengan sorot mata Jay. Lima menit kemudian mereka baru sadar saling bertatapan dan langsung membuang muka sambil beristighfar dalam hati, Rere menetralkan degup jantungannya yang sedari tadi terpompa lebih kencang, nafasnya tersengal-sengal, sangat gugup terlihat dari cara bicaranya.

“Wa-Wa’alaikumussalam, kak” Jawab Rere sambil menundak sesekali memandang wajah tampan Jay.

“Kamu Rere yang waktu itu pernah aku tabrak yah?.” Jay menyunggingkan bibirnya, senyumnya tak pernah lepas dari wajahnya, ia begitu lembut. “Oh iya, nama saya Jay, maafkan yah kemarin nabrak kamu sampai buat kamu telat masuk kelas hehehe.”

“D-Dari mana kakak tau?”.

“Ada deh wkwkwk, btw kamu masih ada jam MK?”

“Engga kak, udah pulang terus mampir ke perpus bentar, nyari buku referensi buat tugas MK Sejarah.”

Mereka asik ngobrol dan Rere yang mukanya seperti kepiting rebus nampak sekarang lebih enjoy bersama Jay, ternyata mereka berdua sangat suka sejarah (wajar jurusan mereka di kampus adalah pendidikan sejarah). Detik berubah men jadi jam, jam berlalu menjadi hari-hari, setelah itulah keduanya semakin akrab, Jay adalah kakak tingkat yang bisa di andalkan, dia tidak segan selalu membagi ilmu kepada Rere, keduanya terjebak dengan kata Friendzone, meski sama-sama merasa nyaman, namun mereka tidak ada hubungan spesial, hanya harapan Rere semakin tinggi ingin memiliki Jay, Rere juga tau Jay memang sangat baik kepada semua orang, sikapnya yang ramah dan suka membantu orang memang membuat siapa saja akan tertarik padanya.

****

Butiran sisa air hujan menggelayut di ujung daun. Embun masih berkilau diterpa cahaya matahari pagi yang mengintip di pucuk-pucuk daun. Sudah liburan semester, barang tentu moment yang tak akan terlewat, Rere, Sinta dan Desi menghabiskan liburan untuk mengikuti kajian di pondok Al-Hakim, hal ini tentu membuat Rere semakin sering bertemu Jay meski tidak berinteraksi karena tau batasan dalam pesantren. Kajian kali ini membahas kitab Qurrotul Uyun yang membuat gelitik para santri di tambah pembahasan yang di sampaikan pak kiai miftah yang ringan dan lucu membuat semangat suasana ngaji. Kitab itu tentang keutaman menikah dan hak kewajiban suami-istri, sudah tentu mereka patut mempelajari karena rata-rata santrinya mahasiswa yang tak lama akan merasakan ibadah sekali seumur hidup itu.

****

Libur semester masih satu minggu lagi, Jay berniat mengajak Rere untuk pergi ke tempat sejarah, tujuannya kali ini adalah ke Benteng Spelwijk sambil mewawancarai sesepuh di daerah itu guna tambahan referensi artikel sejarah Jay, tentu mereka tak hanya berdua, Jay dan Rere di temani Sinta dan Desi yang juga sangat ingin kesana.

“Kak Jay, jangan ngobrol sama Rere ajaa dong, Sinta juga di ajakin, tanyain sesuatu kek.” Protes Sinta sambil memonyongkan bibirnya, tanda kesal. Rere dan Desi melotot, ada-ada saja kelakuan sahabatnya yang satu ini.

“Hehe, iya sin.” Jay menggaruk rambut yang tidak gatal, merasa tidak enak juga, karena benar sedari tadi dia hanya ngobrol dengan Rere lupa kalau Sinta dan Desi juga ikut.

Setelah satu jam asik mengitari benteng spelwijk dengan sepedah yang di sewa, berfoto bersama, naik turun benteng dan mencari narasumber untuk di wawancari, akhirnya mereka pun beristirahat di warung makan dekat benteng, memesan minum dan makan siang.

“Sin, anter gue ke WC yuk, mo BAB niih pliss.” Lirih Desi sambil mengusap-usap perutnya

“Yeyy, baru aja tuh makanan masuk udah di keluarin, cacingan ya lu.”

“Udah si buruan.” Desi mengemis tolong, membuat Sinta tidak tega melihatnya.

“Yauda ayoo.” Sinta dan Desi berdiri “Kita mau ke WC dulu ya re, biasalah si Desi.”

“Oi, jangan lama-lama yaa.” Jawab Rere, sambil memandangi punggung mereka yang semakin jauh meninggalkan Rere dan Jay di tempat makan. Hal ini membuat canggung mereka berdua, selama lima menit hanya saling diam, rere menatap layar hp melihat hasil jepretan foto tadi di benteng spelwijk, tersenyum sendiri mebuat Jay penasaran dengan apa yang di lakukan Rere.

“Kamu ngeliat apaan Re?” tanya Jay membuat rere salah tingkah.

“Eh ini kak foto-foto kita tadi, lucu banget hehe, ekspresi sinta sama desi gokil, emang deh sahabat kayak mereka bikin aku ketawa aja di dekatnya.” Sambil menujukkan foto-foto itu. Suasana pun akhirnya mencair, mereka saling tertawa gemas. Suasana menjadi tegang kembali ketika Jay tiba-tiba memanggil Rere dan menatapnya.

“Re..?”

“Iya kak.” Sorot mata mereka bertemu, membuat keduanya salah tingkah, Rere menggaruk hidung yang tidak gatal sambil mencoba bersikap biasa saja, padahal jantungnya sudah terpompa lebih keras.

“Re, Bagaimana kalau aku katakan, bahwa aku..” Jay diam sejenak mengambil nafas dan mengembuskannya. “Bahwa aku, mencintaimu.” Jay berkata mantap, hal ini membuat Rere tak percaya, ia merasa seperti mimpi, tapi ini nyata. Rere hanya diam dan Jay meneruskan pernyataannya.

“Kamu tak perlu menjawab, lusa aku akan kerumahmu, meminta izin kepada walimu, aku akan menikahimu, aku harap kamu istikharah dari sekarang, mantapkan hatimu bahwa akulah penyempurna agamamu, aku ingin membimbingmu, kaulah ibu dari anak-anakku nanti.” Air mata Rere meleleh, belum pernah ada laki-laki yang mengatakan hal seserius ini, Jay orang yg pernah ia impikan menjadi imamnya, sekarang menjadi kenyataan, cinta memang tak akan salah berlabuh.

“Baiklah, aku tunggu janjimu.” Rere tersenyum di sambut Jay yang juga senyum mendengar jawaban Rere. Desi dan Sinta sudah kembali dari WC, memecah suasana yang tadinya tegang dan romantis menjadi absurd kembali.

“Sial, lama banget si Desi BAB, aku sampai streaming satu eps. Drakor nunggu dia.” Ucap Sinta Ketus

“Ye, lebay banget lo, kagak ikhlas banget, katanya sahabat.” Jawab Desi yang tak kalah ketus.

Jay dan Rere hanya terbahak melihat kelakuan mereka, bagaimanapun mereka adalah sahabat baik yang walaupun ucapannya suka asal ceplos, tapi mereka sangat peduli, indah sekali persahabatan mereka. Hari ini adalah hari yang palng bersejarah untuk Rere, tak pernah ia sangka, laki-laki yang ia kagumi selama ini juga mencintainya.

“Cinta adalah anugerah dari Allah dan merupakan fitrah bagi manusia, cinta itu ikatan suci. Bukan hanya tentang aku dan kau tapi Dia, sang pemilik cinta.”

Kragilan, 02-08-2021, pukul 23:30

Alhamdulilah ‘ala kulli hal.



 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


OFFICIAL WEBSITE HMJ SPI UIN SMH BANTEN

083805937957

Jalan Jendral Sudirman No. 30 Panancangan Cipocok Jaya, Sumurpecung, Kec. Serang, Kota Serang, Banten 42118, Indonesia

  • Instagram
  • Facebook
  • Google Places

©2021 by SPI BERKARYA. Proudly created with Wix.com

bottom of page